MAKALAH
MATA KULIAH : PENGENDALIAN POLUSI KENDARAAN
“Pengendalian Limbah Minyak Pelumas Kendaraan Bermotor”
PENYUSUN:
1.
Istu Alex Agus Saputro (10504241004)
2.
Afri Yudantoko (10504241005)
3.
Agus Aryadi (10504241006)
KELAS A
PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
TAHUN 2012
Daftar Isi
Daftar Isi .............................................................................. ...... ii
Daftar Tabel ................................................................................ ...... iii
Daftar Gambar ..................................................................... ...... iv
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang .......................................................... ...... 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................... ...... 4
C.
Tujuan ..................................................................... ..... 4
D.
Manfaat .................................................................... ..... 4
BAB II Kajian
Pustaka
A.
Bentuk Limbah Oli
dan Karakteristiknya ......................... 5
B.
Sumber Limbah Oli
Bekas .............................................. .... 7
C.
Dampak Oli Bekas ........................................................ .... 7
BAB III
Pembahasan
A.
Penyimpanan Oli
Bekas .............................................. .... 9
B.
Mengolah Oli Metode
Refining ................................... .... 14
BAB IV Penutup
A.
Kesimpulan ..................................................................... ... 19
B.
Saran ................................................................................ ... 19
Daftar Pustaka ................................................................. ... v
Daftar Tabel
Tabel 1. Perkembangan jumlah
kendaraan bermotor di Indonesia tahun 1987-2009
Daftar Gambar
Gambar
1. Kemasan untuk penyimpanan limbah B3 ............................. 10
Gambar 2. Storing ........................................................................ 14
Gambar 3. De-Watering ............................................................. 15
Gambar 4. Cooling ........................................................................ 15
Gambar 5. Mixing ........................................................................ 16
Gambar
6. Dekanting ............................................................. 16
Gambar
7. Adsorbing ............................................................. 17
Gambar 8. Filtrasi ....................................................................... ........ 18
Gambar 9. Penampungan akhir ................................................... 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
adalah negara yang masuk dalam lima besar negara yang memiliki penduduk
terbanyak di dunia. Hingga saat ini, penduduk Indonesia mencapai 238 juta jiwa
dengan penambahan penduduk 31 juta jiwa selama kurun waktu 10 tahun.
(Kedaulatan rakyat, 22/09/2011). Hal ini terlihat bahwa perkembangan demografi
di Indonesia sangat siginifikan hampir menyamai RRC (Republik Rakyat China).
Pertumbuhan penduduk juga tidak dapat dipungkiri dengan pertumbuhan jumlah
kendaraan yang menjadi fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tabel 1. Perkembangan
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tahun 1987-2009
Tahun
|
Mobil Penumpang
|
Bis
|
Truk
|
Sepeda Motor
|
Jumlah
|
1987
|
1 170 103
|
303 378
|
953 694
|
5 554 305
|
7 981 480
|
1988
|
1 073 106
|
385 731
|
892 651
|
5 419 531
|
7 771 019
|
1989
|
1 182 253
|
434 903
|
952 391
|
5 722 291
|
8 291 838
|
1990
|
1 313 210
|
468 550
|
1 024 296
|
6 082 966
|
8 889 022
|
1991
|
1 494 607
|
504 720
|
1 087 940
|
6 494 871
|
9 582 138
|
1992
|
1 590 750
|
539 943
|
1 126 262
|
6 941 000
|
10 197 955
|
1993
|
1 700 454
|
568 490
|
1 160 539
|
7 355 114
|
10 784 597
|
1994
|
1 890 340
|
651 608
|
1 251 986
|
8 134 903
|
11 928 837
|
1995
|
2 107 299
|
688 525
|
1 336 177
|
9 076 831
|
13 208 832
|
1996
|
2 409 088
|
595 419
|
1 434 783
|
10 090 805
|
14 530 095
|
1997
|
2 639 523
|
611 402
|
1 548 397
|
11 735 797
|
16 535 119
|
1998
|
2 769 375
|
626 680
|
1 586 721
|
12 628 991
|
17 611 767
|
1999*)
|
2 897 803
|
644 667
|
1 628 531
|
13 053 148
|
18 224 149
|
2000
|
3 038 913
|
666 280
|
1 707 134
|
13 563 017
|
18 975 344
|
2001
|
3 261 807
|
687 770
|
1 759 547
|
15 492 148
|
21 201 272
|
2002
|
3 403 433
|
714 222
|
1 865 398
|
17 002 140
|
22 985 193
|
2003
|
3 885 228
|
798 079
|
2 047 022
|
19 976 376
|
26 706 705
|
2004
|
4 464 281
|
933 199
|
2 315 779
|
23 055 834
|
30 769 093
|
2005
|
5 494 034
|
1 184 918
|
2 920 828
|
28 556 498
|
38 156 278
|
2006
|
6 615 104
|
1 511 129
|
3 541 800
|
33 413 222
|
45 081 255
|
2007
|
8 864 961
|
2 103 423
|
4 845 937
|
41 955 128
|
57 769 449
|
2008
|
9 859 926
|
2 583 170
|
5 146 674
|
47 683 681
|
65 273 451
|
2009
|
10 364 125
|
2 729 572
|
5 187 740
|
52 433 132
|
70 714 569
|
Sumber : Kantor
Kepolisian Republik Indonesia
Data dari BPS (Badan Pusat Statistika) menyebutkan
bahwa pada tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor jenis sepeda motor mencapai
52.433.132 buah, jumlah mobil penumpang mencapai 10.364.125 buah, dan jumlah
kendaraan jenis bis mencapai 2.729.572 buah. Dari tabel diatas juga dapat
menyebutkan bahwa perkembangan jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Dari
banyaknya kendaraan sebagaimana disebutkan di atas, maka dibutuhkan minyak
pelumas yang mampu menjaga performa mesin dengan baik. Namun pemakaian
pelumasan (minyak pelumas/oli) itu sendiri terdapat batasan-batasan pemakaian
oli sesuai spesifikasi masing-masing oli. Dimana saat mencapai batasan tersebut
kualitas oli menurun, dan harus dilakukan penggantian. Persoalannya adalah
bagaimana nantinya limbah oli tersebut akan diolah setelah pemakaian oli
tersebut, dimana limbah oli termasuk dalam limbah B3 (Bahan Berbahaya
Beracun).
Limbah B3 merupakan limbah yang perlu ditangani secara
khusus. Limbah B3 dapat diidentifikasikan menurut sumber dan atau uji
karakteristik dan atau uji toksikologi. Hal ini terdapat dalam PP 85/1999,
pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan, dan buangan produk yang tidak
memenuhi spesifikasi.
2.
Uji karakteristik
limbah B3 meliputi :
a.
mudah meledak;
b.
mudah
terbakar;
c.
bersifat
reaktif;
d.
beracun;
e.
menyebabkan
infeksi; dan
f.
bersifat
korosif.
Oli bekas dihasilkan dari berbagai
aktivitas manusia seperti indusri, pertambangan, dan usaha perbengkelan. Oli
bekas termasuk dalam limbah B3 yang mudah terbakar sehingga bila tidak
ditangani pengelolaan dan pembuangannya akan membahayakan kesehatan mausia dan
lingkungan.
Pengelolaan oli bekas ini berupaya agar
oli bekas yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan dan sifat oli bekas
menjadi lebih tidak berbahaya. Selain itu, pengelolaan oli bekas bertujuan untuk menciptakan
lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Selain itu, apabila penanganan oli bekas
dilakukan dengan baik, maka akan bisa memberikan keuntungan bagi si pengelola
oli bekas dan juga pengurangan biaya produksi bagi industri yang memanfaatkan
kembali oli bekas sebagai pelumas berbagai peralatan, karena oli bekas masih
bisa dimanfaatkan untuk pelumas lagi dengan cara pemakaian yang berbeda dari sebelumnya.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di
atas maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
bentuk penyimpanan limbah oli bekas yang aman?
2. Bagaimana
proses pengolahan limbah oli bekas agar dapat termanfaatkan dengan baik?
C.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah :
1. Mengetahui
bagaimana bentuk penyimpanan limbah oli bekas yang aman.
2. Mengetahui
bagaimana proses pengolahan limbah oli bekas agar dapat termanfaatkan dengan
baik.
D.
Manfaat
1. Bagi
Mahasiswa
a.
Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama di bangku kuliah.
b.
Memperkenalkan
pada masyarakat proses penanganan limbah oli bekas.
c.
Membantu
masyarakat dalam penanganan limbah oli bekas.
2. Bagi
Masyarakat
a.
Mengetahui informasi
sumber, dampak, dan karakteristik oli bekas.
b.
Mengetahui cara penyimpanan
dan pangolahan oli bekas secara baik, benar dan aman.
c.
Dapat lebih menjaga
lingkungan hidup dari pencemaran oli bekas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Bentuk Limbah Oli dan Karakteristik
Semua jenis oli pada dasarnya sama,
yakni sebagai bahan pelumas agar mesin berjalan mulus dan bebas gangguan.
Sekaligus berfungsi sebagai pendingin dan penyekat. Oli mengandung
lapisan-lapisan halus, berfungsi mencegah terjadinya benturan antar logam
dengan logam komponen mesin seminimal mungkin, mencegah goresan atau keausan.
Untuk beberapa keperluan tertentu, aplikasi khusus pada fungsi tertentu, oli
dituntut memiliki sejumlah fungsi-fungsi tambahan. Mesin diesel misalnya, secara normal
beroperasi pada kecepatan rendah tetapi memiliki temperatur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Mesin bensin. Mesin diesel juga memiliki kondisi
kondusif yang lebih besar yang dapat menimbulkan oksidasi oli, penumpukan deposit
dan perkaratan logam-logam bearing.
Kontaminasi
terjadi dengan adanya benda-benda asing atau partikel pencemar di dalam oli.
Terdapat delapan macam benda pencemar biasa terdapat dalam oli yakni :
1. Keausan
elemen. Ini menunjukkan beberapa elemen biasanya terdiri dari tembaga, besi, chrominium, aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel atau magnesium.
2.
Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk kedalam oli
melalui hembusan udara
lewat sela-sela ring dan melaui sela lapisan oli tipis kemudian merambat
menuruni dinding selinder. Jelaga timbul dari bahan bakar yang tidak habis.
Kepulan asam hitam dan kotornya filter udara menandai terjadinya jelaga.
3.
Bahan Bakar
4. Air
Ini merupakan produk
sampingan pembakaran dan biasanya terjadi melalui timbunan gas buang. Air dapat
memadat di crankcase ketika temperatur operasional mesin kurang memadai.
5. Ethylene gycol (anti beku)
6. Produk-produk
belerang/asam. Produk-produk oksidasi Mengakibatkan oli bertambah kental. Daya
oksidasi meningkat oleh tingginya temperatur udara masuk.
Oli bekas seringkali diabaikan
penanganannya setelah tidak bisa digunakan kembali. Padahal, jika asal dibuang
dapat menambah pencemaran di bumi kita yang sudah banyak tercemar. Jumlah oli
bekas yang dihasilkan pastinya sangat besar. Bahaya dari pembuangan oli bekas
sembarangan memiliki efek yang lebih buruk daripada efek tumpahan minyak mentah
biasa.
Ditinjau
dari komposisi kimianya sendiri, oli adalah campuran dari hidrokarbon kental
ditambah berbagai bahan kimia aditif. Oli bekas lebih dari itu, dalam oli bekas
terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif,
deposit, dan logam berat yang bersifat karsinogenik.
Berdasarkan
data yang diperoleh, kapasitas oli yang diproduksi oleh Pertamina adalah
sekitar 450.000 kiloliter per tahun, belum lagi tambahan kapasitas dari ratusan
merek oli yang membanjiri pasar pelumas tanah air, untuk konsumsi kendaraan
bermotor, industri dan perkapalan.
Sampai
saat ini usaha yang di lakukan untuk memanfaatkan oli bekas ini antara lain :
1. Dimurnikan kembali
(proses refinery) menjadi refined lubricant. Orang tidak banyak yang tertarik
untuk berbisnis di bidang ini karena cost yang tinggi relatif terhadap lube oil
blending plant (LOBP) dengan bahan baku fresh, sehingga harga jual ekonomis-nya
tidak akan mampu bersaing di pasaran.
2. Digunakan
sebagai Fuel Oil / minyak bakar. Yang masih menjadi kendala adalah tingkat
emisi bahan bakar ini masih tinggi.
Perlu dipertimbangkan beberapa hal mengenai pentingnya
pemanfaatan kembali oli bekas :
1.
Dari tahun ke tahun, regulasi yang
pro terhadap teknologi ramah lingkungan akan semakin strick. Mungkin saja suatu
saat nanti, produsen oli juga harus bertanggung jawab atas oli bekas yang
dihasilkan, sehingga akan muncul berbagai teknologi pemanfaatan oli bekas.
2.
Kedepan, cadangan minyak mentah akan
semakin terbatas, berarti harga minyak mentah akan semakin melambung. Used-Oil
refinery akan semakin kompetitif dengan LOBP konvensional.
B. Sumber Limbah Oli Bekas
Setiap
harinya, oli/minyak pelumas bekas dihasilkan dari berbagai macam kegiatan
antara lain perbengkelan, mesin/alat berat dan kegiatan industri lainnya. Bagi
orang awam mungkin bertanya-tanya dikemanakan oli bekas itu? Melihat banyaknya
bengkel, yang ada bisa terbayangkan berapa jumlah limbah oli bekas yang
dihasilkan, belum termasuk oli bekas dari mesin- mesin proses produksi.
C. Dampak Limbah Oli Bekas
Oli
merupakan bahan pelumas yang di gunakan pada kendaraan bermotor. Pada oli juga
terkandung beberapa unsur kimia yang membahayakan. Dan coba kita bayangkan
berapa banyak motor dan mobil yang mengganti oli setiap harinya. Oleh karena
itu oli bekas harus di kelola dengan baik agar tidak
menggangu :
1.
Kesehatan
Di
dalam kandungan oli terdapat beberapa unsur kimia, unsur kimia tersebut termasuk
dalam logam berat. Sedangkan logam berat apabila telah masuk ke dalam tubuh
tidak dapat di keluarkan lagi dan terakumulasi (menumpuk) di dalam tubuh kita.
Apabila telah melebihi batas kewajaran, tubuh kita tidak akan mampu dan akan
sakit.
2. Lingkungan
a.
Pencemaran air
Oli
yang tercecer atau tumpah ke selokan dan akhirnya mengalir ke sungai akan
mengakibatkan pencemaran, yang akan mengakibatkan :
1) Oksigen dalam air akan berkurang dan air
akan beracun, sehingga ikan bisa mati.
2) Sisa oli akan mengendap dan terakumulasi
dalam tubuh hewan.
3)
Oli
akan mengalir dan meracuni setiap tempat yang di lalui.
b.
Pencemaran Tanah
Oli
yang tercecer atau tumpah ke tanah akan mengakibatkan pencemaran, sedangkan
tanah adalah media bagi tumbuhnya tumbuhan. Pencemaran tersebut akan
mengakibatkan :
1) Matinya hewan - hewan yang berada di
dalam tanah, seperti cacing, semut dan bakteri, sedangkan mereka adalah hewan
pengurai, penggembur, dan penyubur tanah.
2) Meresap dan meracuni air tanah yang
biasa kita gunakan untuk keperluan sehari - hari, termasuk untuk minum.
c.
Pencemaran Air Laut
Air
yang telah tercemar oleh oli dari bengkel akan mengalir ke selokan dan terus
mengalir melewati sungai dan akan bermuara di laut. Akibat tercemarnya air laut
akan mengakibatkan penurunan hasil panen ikan dari laut.
d.
Pencemaran Udara
Oli
bekas biasanya digunakan untuk membakar keramik dan lain - lain. Padahal oli
bekas apabila di bakar secara sembarangan akan menimbulkan gas beracun seperti
: CO2, CO, Pb, NOx dan HC.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Penyimpanan oli bekas
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut
belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan
untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya
terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan
pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih
dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3, maka dalam
pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat
disimpan dengan aman.
Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume minyak
pelumas bekas terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan
bermotor dan mesin-mesin bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa
ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli
bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah sangat luas dari kota
besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli bekas atau minyak pelumas
bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah sisa pada suatu
kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan
oleh Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk kategori
limbah B3. Meski minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan,
bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.
Minyak pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa
mengotori udara, tanah, dan air. Minyak pelumas bekas itu mungkin saja
mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter
minyak pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam
tanah. Apabila limbah minyak pelumas tumpah di tanah akan mempengaruhi air
tanah dan akan berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan minyak pelumas
bekas dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air,
selain itu sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, ukuran tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran
2m x 2m. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan
logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan
kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang
disimpannya. Kemasan (drum, tong, atau bak kontainer) yang digunakan harus:
1.
Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat, atau
rusak;
2.
Terbuat dari bahan yang cocok dengan
karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
3.
Mampu mengamankan limbah yang disimpan di
dalamnya;
4.
Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah
terjadinya tumpahan saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan.
Gambar 1. Kemasan untuk penyimpanan limbah B3
Terhadap
kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan
persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya
selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan
gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak kontainer
yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan
pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali.
Pemeriksaan tersebut meliputi:
1.
Apabila diketahui ada kemasan
yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus
segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan,
2.
Apabila terdapat
ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat
dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah.
Untuk
mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan
penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari
ketentuan berikut : pelapisan (di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan
atau tangki berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder
tersebut harus:
1.
Dibuat atau dilapisi
dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang disimpan serta memiliki
ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan akibat pengaruh
tekanan;
2.
Ditempatkan pada
pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki terhadap tekanan dari
atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan karena pengisian,
tekanan, atau uplift;
3.
Dilengkapi dengan
sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24 jam sehingga mampu
mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan sekunder, atau lepasnya
limbah B3 dari sistem penampungan sekunder;
4.
Penampungan sekunder
dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat cairan-cairan yang berasal dari
kebocoran,ceceran, atau presipitasi.
Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib
diupayakan langsung diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke
fasilitas pengolahan, diupayakan 3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah
mempunyai izin pemanfaatan dari KLH-RI.
Berdasarkan
Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara penyimpanan minyak
pelumas bekas harus memperhatikan :
1.
Karakteristik pelumas
bekas yang disimpan;
2.
Kemasan harus sesuai
dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau tangki;
3.
Pola penyimpanan dibuat
dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap
setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi kecelakaan dapat
segera ditangani;
4.
Lebar gang antar blok
harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk lalu lintas
manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
5.
Penumpukan kemasan
harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika berupa drum (isi 200
liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi dengan
palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dan
plastik, maka harus dipergunakan rak;
6.
Lokasi peyimpanan harus
dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi dengan saluran
pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak penampungan dibuat mampu
menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang
penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak
akan menimpa tangki lain;
7.
Mempunyai tempat
bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap air.
Adapun
persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain:
1.
lantai harus dibuat
kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang, kuat, dan tidak retak;
2.
konstruksi lantai
dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1 %;
3.
bangunan harus dibuat
khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas;
4.
rancang bangun untuk
penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat mencegah terjadinya tampias
air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau pengumpulan;
5.
bangunan dapat diberi
dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi dinding bahan bangunan
dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.
Berdasarkan
PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian minyak pelumas bekas,
mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan, sepenuhnya
berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ketentuan ini jelas tidak
rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan
pengaturannya di Pemerintah Pusat. Akibat dari ketentuan PP 38/2007 untuk
minyak pelumas bekas tersebut, sudah dapat diduga semakin banyak kegiatan
pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan minyak pelumas bekas
yang tidak bisa dikontrol. Adalah tidak masuk akal jika KLH mampu
melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap minyak pelumas bekas di seluruh
Indonesia. KLH tidak mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan
sampai keseluruh daerah. Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya
seperti minyak pelumas bekas, maka kewenangan pengawasannya diberikan kepada
pemerintah daerah. Terlepas dari segala kekurangan pemerintah daerah dalam
melakukan tugas tersebut, tetapi secara rasional, pengawasan minyak pelumas
bekas tidak mungkin dilakukan oleh KLH dari Jakarta. Adalah sangat tidak masuk
akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan oleh KLH. Pemerintah
pusat dalam hal ini KLH secara bertahap harus meningkatkan kemampuan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam hal pembinaan dan pengawasan limbah minyak pelumas bekas,
seperti pendanaan, peralatan, peningkatan SDM, sarana dan prasarana lainnya
sehingga daerah benar-benar siap untuk melaksanakannya
B.
Mengolah oli dengan metode refining
Metode ini digunakan untuk untuk mengolah oli bekas sehingga
dapat dipakai kembali. Salah satu metodenya adalah Acid Clay Treatment. Langkah-Langkahnya:
1. Storing
Oli bekas dikumpulkan pada bak pengumpul dengan kapasitas
tertentu. Oli yang ditampung merupakas oli dengan pengotor lemak, lumpur dan
pengotor lainnya. Oli bekas memiliki kenampakan lebih kental dan berwarna
hitam.
Gambar 2. Storing
2.
De-Watering
Oli bekas dari bak pengumpul akan
dikenai proses penghilangan air. Proses ini disebut proses dehydrasi. Oli
dipompa menuju bak dehydrasi dan selanjutnya akan dipanasi hingga suhu 150 C.
Pada suhu ini air akan menguap dan terpisah dari oli.
Gambar 3. De-Watering
3.
Cooling
Oli yang telah dikenai proses
dehydrasi didinginkan sampai suhu kamar. Oli dipompa menuju bak pendingin. Bak
pendingin dilengkapi dengan blower dan pengaduk. Pendinginan ini dibutuhkan
untuk proses selanjutnya.
Gambar 4. Cooling
4.
Mixing
Oli bekas selanjutnya direaksikan
dengan asam kuat. Asam yang dapat digunakan salah satunya adalah asam sulfat
(H2SO4) dengan rasio tertentu. Pereaksikan dengan asam ini dimaksudkan untuk
mengembalikan performa oli yang telah rusak. Pereaksikan dengan asam akan
menyebabkan oli menjadi dua fase. Fase beningan yang berupa oli yang telah baik
dan fase padat berupa kotoran yang mengumpul.
Gambar 5. Mixing
5.
Dekanting
Oli dari mixer dipompa menuju bak penampung. Bak penampung
ini juga berfungsi sebagai alat pemisah fase beningan dan padatan. Fase
beningan akan dilakukan proses penjernihan Fase padatan dikeluarkan dari bawah
untuk dikenai proses yang lain agar tidak membahayakan lingkungan.
Gambar
6. Dekanting
6.
Adsorbing
Oli beningan dipompa menuju bak penjernih. Oli dalam bak
penjernih akan diaduk bersama dengan bentonit sebagai adsorbent. Bentonit
dipilih karena selain memiliki efektifitas relative tinggi juga harganya murah.
Bentonit akan menyerap kotoran yang masih terbawa oleh oli disamping dapat menyerap
logam berat juga.
Gambar
7. Adsorbing
7.
Filtrasi
Oli bersama dengan bentonit akan
dikenai proses penyaringan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan oli bening.
Bentonit akan tertahan bersama kotoran yang terikat dengannya sedangkan oli
akan terus. Jenis filter yang digunakan adalah plate and frame filter. Filter
jenis ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya proses operasai mudah dan
biaya murah. Kelemahan filter jenis ini adalah waktu bongkar pasang yang
relative lama sehingga dibutuhkan banyak filter press untuk proses kontinu.
Gambar 8. Filtrasi
8.
Penampungan akhir
Oli hasil filtrasi adalah oli yang
telah memiliki standar performa baik. Oli ini ditampung dalam bak yang
dilengkapi pompa untuk selanjtnya diisikan ke drum-drum.
Gambar 9. Penampungan akhir
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kondisi penyimpanan oli
bekas harus diperhatikan dengan baik. Hal ini sangat penting agar kondisi oli
bekas tersebut tidak mencemari lingkungan.
2.
Pengolahan oli bekas
dengan menggunakan metode Acid Clay Treatment
meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Storing
b.
De-Watering
c.
Cooling
d.
Mixing
e.
Dekanting
f.
Absorbing
g.
Filtrasi
h.
Penyimpanan
akhir
B.
Saran
1.
Kegiatan pengolahan
limbah khususnya oli bekas penting untuk dilakukan, hal ini perlu dukungan dari
berbagai pihak yang terkait.
2.
Selama proses
pengolahan oli bekas diharapkan mampu menjaga kelestarian lingkungan, jangan
sampai pengolahan oli bekas justru akan mencemari lingkungan.
Daftar Pustaka
.2011. Dampak dan Bahaya Pengolahan Tidak Tepat pada Oli Bekas. Diambil 29 September 2012 dari http://www.laskar-suzuki.com/2011/04/dampak-dan-bahaya-pengelolaan-tidak.html
.2007. Dampak Oli Bekas Bagi Kendaraan. Diambil 29 September 2012 dari http://www.google.co.id/search?hl=id&output=search&sclient=psy-ab&q=Dampak+oli+bekas+bagi+kendaraan&oq=Dampak+oli+bekas+bagi+kendaraan&gs_l=hp.3...24322.35984.0.36325.33.26.0.0.0.0.0.0..0.0...0.0...1c.1.pZh6igdzHAA&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.&biw=1366&bih=678&ech=1&psi=zmRpUJOFA8nKrAfbn4CIBA.1349084370076.8&emsg=NCSR&noj=1&ei=zmRpUJOFA8nKrAfbn4CIBA
.2012. Jangan Sembarang Membuang Oli Bekas. Diambil 29 September 2012 dari http://top1.co.id/jangan-sembarang-membuang-oli-bekas.html
Badan Pusat Statistik. 2009. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor. Diakses di www.bps.go.id. Pada tanggal 8 Desember 2011.